June 18, 2018

Meningkatkan Kreativitas Penggerak Desa



Meningkatkan Kreativitas Penggerak Desa
Oleh Ivanovich Agusta

Pembangunan desa sedang di persimpangan jalan. Sepanjang 2015-2017, sumber daya finansial dari pusat dan daerah memadati anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) hingga Rp 240 triliun. Terbangun lonjakan infrastruktur lokal berikut honor bagi kader pengelola. Namun, kesempatan kerja, pendapatan warga, dan pengurangan kemiskinan terlalu sedikit membaik.
Yang menarik, di belantara pendapatan asli desa yang secuil, rata-rata Rp 3 juta/tahun, mencuat 157 desa unicorn yang berhasil mengapitalisasi potensi desa menjadi pendapatan asli lebih dari Rp 1 miliar/tahun. Perbedaannya, desa umumnya sekadar membangun dengan cara klise dan berulang, desa unicorn kreatif membaca potensi dari sudut milenial, menapaki jejaring bisnis dan birokrasi, lantas mempersembahkan arsitektur berikut aktivitas warga yang segar.
Ceruk baru ini menuntun arah anyar pembangunan desa, yaitu meningkatkan kapasitas penggerak desa hingga melambung ke puncak kreativitasnya.
Sejak 2014 marak pelatihan bagi perangkat desa dan pengurus lembaga kemasyarakatan. Kemendagri, Kemenkeu, dan pemerintah daerah melatih lebih dari 200.000 perangkat desa agar menaati peraturan perundangan. Lembaga pelatihan swasta menambah kursus pembentukan badan usaha milik desa (BUMDes). Pemerintah desa menganggarkan minimal Rp 30 juta per tahun untuk menghadiri dan membayar berbagai pelatihan.
Sayang, pelatihan itu berhenti pada pendisiplinan aturan. Padahal, telah muncul kebutuhan meningkatkan jenjang menjadi kreatif membaca regulasi sehingga mampu mencipta diskresi bagi peluang ekonomi baru. Pada puncaknya, kini dibutuhkan sertifikat kompetensi guna meyakinkan mitra kerja sama desa, bahwa pemerintahan desa dikelola dengan baik dan inovasi senantiasa dikembangkan pengelola lembaga yang kreatif.
Kompetensi pelatihan secara bertingkat sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) jenjang ke-2, 3, 4, dan 5 diwadahi Akademi Desa 4.0. Ini ikhtiar Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) untuk mendasarkan kreativitas sebagai basis baru pembangunan desa.
Jenjang pelatihan dimulai dari proses pendirian dan tata kelola lembaga pemerintah maupun ekonomi lokal, agar eksistensinya diwadahi hukum di Indonesia serta perangkat aktif menjalankan kegiatan. Jenjang kedua, mengarah pada kemanfaatan lembaga bagi pengguna, baik warga setempat, konsumen dari luar desa, swasta yang bekerja sama, hingga pemerintah supra- desa. Jenjang ketiga, kreatif menggali potensi internal lembaga sesuai kebutuhan pengguna. Jenjang terakhir diarahkan untuk memperluas jaringan kepada birokrasi, bisnis, dan penggiat desa. Jaringan bisnis dan kelembagaan dikembangkan sampai ke luar negeri.
Substansi pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan terkini para pemangku desa, meliputi pelatihan kepala desa, sekretaris desa, perangkat desa. Pelatihan juga diarahkan pada pengelola lembaga kemasyarakatan, seperti pengurus BUMDes, pengelola PKK, pengelola kegiatan pembangunan, hingga lembaga agama. Secara khusus, pelatihan diarahkan juga pada pendamping desa, pendamping kawasan pedesaan, dan pendamping daerah tertinggal.
Pembelajaran kewirausahaan di kelas hanya mencakup maksimal 30 persen jam pelajaran. Selebihnya berupa kajian studi kasus desa, mendalami contoh berkaitan dengan kreativitas pemerintah desa dan pengurus lembaga desa serta studi lapangan. Pelatihan diakhiri otoetnografi untuk merefleksikan potensi dan peluang lembaganya sendiri, lalu menyusun perencanaan aksi pascapelatihan.
Kemanfaatan alumni bagi desa dimonitor melalui aplikasi daring dan kunjungan lapangan. Selain mendokumentasikan manfaat Akademi Desa 4.0, tracing study sekaligus mencatat kreativitas baru bagi perbaikan pembelajaran berikutnya.
Ekosistem pengetahuan
Untuk menjaga kesuburan kreativitas desa, dikembangkan ekosistem pengetahuan spesifik desa. Basis data dikumulasikan pada Pusat Data Desa Indonesia. Pengetahuan ensiklopedis di dalamnya mencakup segala aspek desa di tingkat individu, RT, RW, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, nasional, dan perbandingan antarnegara. Partisipan pelatihan dan alumni berkesempatan mendalami secara khusus wilayah operasional lembaganya, atau membandingkan dengan inovasi wilayah pedesaan lainnya.
Ekosistem pengetahuan internal disusun dari basis data Kemendesa PDTT yang kini mulai lengkap, kompilasi inovasi desa dari berbagai sumber (https://inovasidesa.kemendesa. go.id), serta pustaka terbaru besutan Akademi Desa 4.0.
Adapun jaringan pengetahuan eksternal diperluas bersama berbagai lembaga yang kompeten. BKKBN berbagi basis data 76 juta keluarga Indonesia, dan menyediakan 7.000 tempat kursus di hampir semua kecamatan. Setidaknya 43 perguruan tinggi di sejumlah provinsi turut menyediakan lokasi dan pelatih. Lembaga-lembaga kursus desa yang terakreditasi Kementerian Desa PDTT turut menggaungkan pelatihan di seantero Nusantara.
Konsep ekosistem pengetahuan desa akhirnya membuka berbagai kerja sama baru yang menguntungkan warga desa. Contohnya, target sertifikasi kompetensi 750.000 tenaga kerja konstruksi dari Kementerian PUPR mudah dipenuhi melalui jaringan Akademi Desa 4.0 di semua kecamatan. UU No 2/2017 tentang Jasa Konstruksi mengamanatkan tukang bersertifikat digaji lebih tinggi. Artinya, kompetensi pekerjaan terbesar kedua di desa ini berpeluang mengangkat pendapatan warga.

Ivanovich Agusta Sosiolog Pedesaan Kemendesa PDTT ; sumber : Kompas.id Akademi Desa 4.0 tanggal 18 Juni 2018