Buku ini tidak lahir dari teori di ruang ber-AC,
tetapi dari debu jalan desa, dari bau tanah basah usai hujan, dari gemericik
air di kolam lele, dan dari keringat yang mengucur deras di bawah terik
matahari Bukit Barisan. Buku ini adalah suara dari Aekgarugur, dari desa-desa di
seantero Nusantara, yang seringkali hanya didengar sebagai bisikan, namun
menyimpan gemuruh semangat yang siap membangun negeri.
Saya menulis ini bukan sebagai seorang ahli, tetapi
sebagai teman yang pernah mengayuh sepeda untuk mengantarkan minyak tanah,
sebagai penyadap karet yang tahu betapa berharganya setiap tetes lateks, dan
sebagai anak desa yang percaya bahwa di balik kesederhanaan, tersimpan kekuatan
yang dahsyat.
Kini, saya melihat dengan mata yang berbinar.
Saya melihat **pemuda Gen-Z bukan sebagai generasi
yang harus pergi dari desa, tetapi sebagai generasi yang akan membawa desa ke
panggung dunia.** Kalian adalah generasi paling melek teknologi, paling kreatif,
dan paling terhubung dalam sejarah. Dan sekarang, dengan program MBG “ Makan
Bergizi Gratis” dan gelombang digitalisasi, ladang untuk kalian berkarya tidak
pernah seluas ini.
Namun, kekuatan terbesar bukanlah pada teknologi atau
program pemerintah.
Kekuatan terbesar ada di **hati dan pikiran yang
tulus.** Tulus mencintai tanah kelahiran, tulus menghargai kearifan lokal,
tulus memberdayakan tetangga, dan tulus percaya bahwa membangun desa adalah
cara paling elegan untuk membangun Indonesia.
Membangun negeri ini tidak selalu berarti dengan
jargon-jargon besar.
Terkadang, itu berarti **memutuskan untuk beternak
ayam dengan manajemen modern,** **mengolah singkong menjadi keripik dengan
kemasan kekinian,** **mengangkat phone untuk merekam proses panen,** atau
**memutuskan untuk berkuliah sambil mengembangkan usaha desa.**
Itulah senjata kita.
Itulah revolusi kita. Era di mana petani dilihat dengan sebelah mata
telah berakhir.
Sekarang adalah waktunya **Petani Digital—generasi
yang percaya diri, cerdas, kreatif, dan akar rumput.** Yang tidak malu memegang
cangkul dan sekaligus drone, yang tidak gengsi menjual hasil bumi sambil
membangun personal brand yang kuat.
Oleh karena itu, kepada Anda, Generasi Z di
sudut-sudut desa Indonesia:
**Buka mata, buka hati, dan buka phone Anda.** Lihatlah sekeliling dengan sudut pandang
baru.
Dengarkanlah desah angin di sawah, riak air di kolam,
dan cerita orang tua di balai desa—bukan sebagai sesuatu yang kolot, tetapi
sebagai sumber inspirasi konten dan bisnis yang tak ternilai.
Dinginnya pagi di kaki Bukit Barisan bukanlah
halangan. Bau menyengat lateks dari pohon karet yang disadap, gemericik minyak
tanah dalam jerigen yang dipindahkan ke botol-botol yang siap diantarkan dengan
sepeda butut, dan terik matahari di kebun sayur adalah "kampus"
pertama saya. Itulah dunia yang membesarkan dan mendidik saya di Aekgarugur,
sebuah desa di Sumatera Utara Batang Akola Tapanuli Selatan yang penuh dengan
keringat dan pelajaran hidup. Semangat itulah yang menyekolahkan saya ke
berbagai negara seperti Amerika, Australia, Inggeris, dan Belanda. Indonesia
membekali saya semuanya. Padahal ketika masih di desa Aekgarugur cita-cita saya
hanya mau merantau ke Malaysia sebagai penyadap karet. Tidak lebih.
Desa memanggil Anda bukan untuk sekadar kembali,
tetapi untuk memimpin.
Memimpin dengan cara Anda. Dengan semangat Anda.
Dengan kreativitas Anda.
No comments:
Post a Comment