Pembangunan Desa di Tahun Politik
2018
Oleh Ivanovich
Agusta
Setelah penetapan
calon presiden dan legislator pada September 2018, desa bakal tumbuh menjadi
bunga kampanye secara terselubung ataupun terbuka. Tanda-tandanya, sejak akhir
2017 sudah digalang afiliasi partai melalui rapat massa kepala desa, perangkat
desa, hingga pengurus badan usaha milik desa (BUMDes). Bedanya, lima tahun lalu
segenap politikus bersaing klaim atas jasa menetapkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa dan hendak mengguyur semiliar rupiah tiap desa.
Sekarang, kontestasi ganti mengutub menjadi perang tafsir keberhasilan melawan
kegagalan pembangunan desa.
Di atas ujaran-ujaran
politis, penting selalu menjaga hak warga desa akan kesejahteraan
berkelanjutan. Maka, pembangunan desa mesti terus berjalan tanpa memihak
kontestan tertentu.
Berakhir Juli
Manisnya rayuan
menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) setelah tahun 2000 dirasakan dalam
rupa peningkatan alokasi dana desa (ADD) untuk honor perangkat desa hingga 10
persen dari APBD kabupaten. Namun, patut dicatat pula maraknya kepala desa yang
dilaporkan kepada polisi dan kejaksaan pada periode yang sama. Rayuan dan aduan
hanyalah konsekuensi persaingan antarcalon bupati dan dioperasionalkan
masing-masing pendukungnya untuk menguatkan atau melemahkan wilayah konstituen.
Pemilihan umum
(pemilu) meluaskan rayuan dan aduan hingga level nasional. Segmentasi politik
diperkirakan mengeras sejak pendaftaran calon presiden pada Agustus 2018.
Merekam ujaran sepanjang 2013-2014, fitnah dan pujian berseliweran di ranah
maya dan nyata. Yang jelas, aduan-aduan kepala desa selama ini efektif
melumpuhkan pembangunan lokal. Maka, paling tepat pembangunan diselesaikan
sebelum musim kampanye terselubung meruak, yaitu pada Juli 2018. Inilah batas
bulan guna menarik mundur jadwal implementasi kegiatan desa.
Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa) berinisiatif
melanjutkan pendampingan desa tanpa terputus sehari pun. Pendamping yang tidak
kompeten langsung diganti pada Januari 2018.
Kesiagaan pendamping
berguna menjaga keberlanjutan peristiwa-peristiwa penting bagi desa, seperti
musyawarah perencanaan pembangunan desa pada Januari, penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) pada Februari, dan pengajuan pencairan
dana desa pada Maret. Pada bulan yang sama, swasta dan perbankan bersama
Kemendesa mengembangkan produk unggulan kawasan pedesaan (prukades) dan
pelatihan BUMDes. Di bulan yang sama, Kemendesa, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, serta Kementerian Perhubungan memulai Program Nasional Padat
Karya Desa. Inisiatif pemerintah pusat perlu bersambut dengan kolaborasi bupati
beserta kepala-kepala desa guna menetapkan wilayah kerja sama antardesa.
Kementerian Keuangan
harus memperbaiki kinerja kantor perbendaharaan kas negara dan daerah sehingga
transfer dan pencairan dana desa tidak molor dari Maret 2018. Hal ini agar jika
digunakan untuk membangun infrastruktur dan bangunan layanan sosial selama tiga
bulan masih memenuhi tenggat Juni 2018. Jika dana desa dimanfaatkan untuk modal
BUMDes dan prukades pun hasilnya sudah dipetik pada Juli 2018.
Jika diperlukan,
Menteri Keuangan mampu menetapkan diskresi pencairan tahap pertama sebanyak
70-80 persen dana desa. Desa-desa yang sigap berhak mengajukan pencairan tahap
kedua sepanjang Juni-Juli 2018.
Data tolak fitnah
Para analis politik
memperkirakan fitnah politis berulang, sebagaimana lima tahun lalu ataupun pada
banyak pilkada sesudahnya. Cek silang antarpolitisi dan simpatisannya
disarankan sebagai penyaring ujaran fitnah. Sebenarnya, penolak fitnah terbaik
ialah data yang mencakup keseluruhan desa. Di masa kontestasi, publikasi studi
kasus dan survei malah mengobarkan api penolakan melalui serangan subyektivisme
informasi, kajian berpihak pada penyokong dana, dan tidak menjelaskan
keseluruhan desa. Sebaliknya, terlalu sulit menolak kenyataan populasi seluruh
desa.
Badan Pusat Statistik
menyensus potensi desa pada April 2018. Mengikuti pola sejak 2000, sayang
lazimnya data baru tersedia sangat terbatas pada Oktober 2018, disampaikan ke
berbagai kementerian pada Desember 2018, dan tersedia untuk umum pada Januari
2019. Jelas ini terlambat guna menyikapi tahun politik secara obyektif. Kementerian
Dalam Negeri tak kunjung menyelesaikan pengisian profil desa dan kelurahan.
Pada Desember 2017, isiannya baru 60 persen desa dan kelurahan, tetapi pada
2018 perhatiannya merosot dengan memusnahkan anggaran pendataan desa.
Padahal, kenyataannya,
desa-desa saban tahun menganggarkan Rp 15 juta-Rp 50 juta untuk pembaruan data.
Maka, sudah saatnya desa sendiri menyusun data registrasi keluarga dan wilayah
sebelum Maret 2018. Mendesa perlu memberi sokongan dalam peraturan menteri
tahunan perihal prioritas penggunaan dana desa. Bersamaan dengan itu, 40.000
pendamping desa harus dikerahkan untuk mendukung desa mengumpulkan data
lapangan, memasukkan item data, dan mengadvokasi pemanfaatan informasi.
Keterpaduan sistem
informasi desa dan keluarga mendesak dibangun di pusat secara daring agar
efisien. Informasi wilayah secara obyektif menjawab perkembangan pembangunan
desa dan kinerja pemerintahan desa. Informasi individu menjelaskan perubahan
kemiskinan, ketimpangan, dan kesejahteraan antardesa. Pusat data desa Indonesia
bisa dipadukan dalam https://sipede.ppmd.kemendesa.go.id yang sudah dirintis
sejak tahun 2017.
Ivanovich Agusta,
Sosiolog Pedesaan
Sumber :
Kompas.id. desa di tahun politik, 8 Januari 2018
No comments:
Post a Comment