August 15, 2019

Diskrepansi Pembangunan Desa



Diskrepansi Pembangunan Desa
Oleh : Udin Suchaini

Pemerintah membangun sebuah bendungan berkapasitas 3,8 juta meter kubik di Kabupaten Badung, Bali, untuk menambah pasokan air baku bagi Kota Denpasar dan sejumlah kabupaten lainnya, antara lain, Badung, Gianyar, dan Tabanan, atau Sarbagita, serta Bangli. Maket Bendungan Sidan dipajang serangkaian seremoni peresmian proyek Bendungan Sidan di Desa Belok Sidan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Kamis (4/4/2019).
Persoalannya, paradoks pembangunan desa tak terhindarkan. Alih-alih memanfaatkan sumber daya lokal sebagai modal untuk menghasilkan pendapatan asli desa, pembangunan yang kasatmata dan padat modal masih menjadi andalan meski telah lima tahun dana desa digelontorkan.
Hingga 2019, pembangunan infrastruktur memang dijadikan kunci akselerasi pertumbuhan ekonomi. Namun, tanpa diimbangi upaya menjaga keberlangsungan lingkungan hidup dan sosial, efek limpahan yang tidak sesuai tujuan (diskrepansi) mulai bermunculan.

Kutub pertumbuhan

Masalah pertumbuhan ekonomi, F Perroux (1950) telah menyatakan pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan tidak serentak. Pada kasus pembangunan desa, pertumbuhan menyesuaikan dengan kemampuan pemerintah desa mengelola sumber daya lokal. Tidak meratanya kemampuan pengelolaan ini menimbulkan kutub pertumbuhan yang memicu ketimpangan. Meminjam istilah Marshal (1920), proses aglomerasi sedang terjadi. Dampaknya, diskrepansi pembangunan desa tak terhindarkan. Pertama, peningkatan jumlah warga yang hadir di desa yang tengah tumbuh diiringi arus sampah yang memicu persoalan lingkungan.
Publikasi Potensi Desa (Podes) memberikan gambaran meningkatnya jumlah desa yang sebagian besar keluarganya membuang sampah di sungai dari 8.033 desa tahun 2014 menjadi 9.673 desa tahun 2018. Sementara keberadaan tempat penampungan sampah sementara masih sangat terbatas di 16.005 desa tahun 2018. Diiringi pula meningkatnya indikasi pencemaran lingkungan hidup. Desa yang tak mengalami pencemaran berkurang, dari 63.841 desa tahun 2014 menjadi 61.891 desa pada 2018.
Kedua, perubahan pola hidup dan kesejahteraan di desa yang diiringi peningkatan masalah sosial. Publikasi potensi desa menunjukkan peningkatan lokasi peredaran narkoba dari 5.931 desa/kelurahan tahun 2014 menjadi 12.579 desa/kelurahan tahun 2018, yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun terakhir menjelang pendataan. Persoalan sosial yang tak kalah pelik, peningkatan lokasi tindak pidana pencurian meningkat dari 33.739 desa pada 2014 menjadi 37.778 desa pada 2018.
Diskrepansi pembangunan desa dapat mengganjal pertumbuhan ekonomi jika dampak negatifnya tak diantisipasi. Pedoman pembangunan desa yang memperhatikan lingkungan sebenarnya telah tertuang dalam Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) No 16 Tahun 2018 tentang Penggunaan Dana Desa 2019. Namun, diperlukan kemampuan perangkat desa dalam menjaga keseimbangan pembangunan. Ini yang perlu dirumuskan.
Meski demikian, telah ada desa yang mulai memperhatikan pengelolaan lingkungan. Hasil Podes 2018 memberikan gambaran, di 10.292 desa terdapat pengolahan/daur ulang sampah/limbah dan di 19.005 desa terdapat upaya pelestarian lingkungan.
Sementara itu, ada 44.451 desa yang mengaktifkan sistem keamanan lingkungan dari inisiatif warga. Upaya ini patut diapresiasi, di tengah efek limpahan proses pertumbuhan yang terjadi, karena limpahan negatif aglomerasi ini bisa bersifat sementara jika pertumbuhan ekonomi memperhatikan ketahanan lingkungan.

Sumber daya

Tarikan sumber daya juga terjadi di desa yang tengah tumbuh. Mempertahankan sumber daya manusia (SDM) untuk mengembangkan diri di desa bukan perkara mudah. Meski pendidikan vokasi mulai mengarah pembentukan wirausaha, searah dengan kondisi desa yang semakin menarik dijadikan tempat usaha. Indikasi ini dapat dilihat dari hasil Podes, peningkatan jumlah desa menjadi lokasi industri kecil dan mikro selain makanan/minuman, dari 41.076 desa tahun 2014 menjadi 42.227 desa tahun 2018.
Selain itu, pemanfaatan sumber daya lokal diperlukan untuk menghidupkan ekonomi desa. Eksplorasi keindahan alam desa telah dimanfaatkan menjadi lokasi wisata di 1.734 desa. Geliat produk unggulan pun mengemuka di 27.657 desa, di antaranya berpotensi ekspor di 2.929 desa.
Dukungannya, bagaimana SDM yang ada di desa mampu mengelola sumber daya lokal penyokong kutub pertumbuhan. Membuka peluang menghasilkan pendapatan asli desa supaya melebihi dana desa dan alokasi dana desa.
Melalui badan usaha milik desa, pemerintah desa sebagai subyek pembangunan telah mengeksplorasi hasil bumi dan lingkungan. Persoalannya, bagaimana upaya desa dalam mendapatkan keuntungan secara ekonomi sekaligus menjaga sumber daya alam sesuai arah pembangunan berkelanjutan (SDGs) 2016-2030. Sayangnya, pemerintah desa belum secara spesifik tertera menjadi bagian yang mengupayakan tujuan pembangunan berkelanjutan sesuai Perpres No 59 Tahun 2017.
Penguat pembangunan pada komunitas paling dasar ini telah diamanatkan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Di tengah persoalan lingkungan dan sosial yang mengemuka, jangan sampai diskrepansi ini berdampak semakin panjang. Produktivitas dan keberlangsungan pertumbuhan desa akan sangat ditentukan oleh SDM dan kualitas lingkungan. Kemampuan SDM yang ada di desa mampu meningkatkan daya saing kualitas produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Lima tahun ini, pembangunan infrastruktur desa dilaksanakan demi kelancaran distribusi barang dan jasa dari dan ke desa. Tahap berikutnya yang mungkin dilakukan adalah meningkatkan perekonomian dengan memanfaatkan sumber daya lokal sekaligus menjaga keberlangsungan lingkungan hidup dan sosial.
Upaya serius guna mempertahankan pertumbuhan pembangunan desa dalam jangka panjang. Merujuk pada program yang terukur antara optimalisasi infrastruktur, peningkatan perekonomian, dan kepedulian terhadap lingkungan.
Desa telah menggeliat tumbuh dengan menerima segala limpahan modal dan diskrepansinya. Jangan sampai dampak negatif pertumbuhan menurunkan kualitas kehidupan di desa. Supaya desa semakin menarik menjadi lahan investasi dan berwirausaha dalam jangka panjang, penting untuk meminimalkan dampak negatif yang menggerus potensi desa.


Sumber : Kompas.id., 22 April 2019
Udin Suchaini Fungsional Statistisi di Direktorat Statistik Ketahanan Sosial BPS


April 5, 2019

Mendirikan & Membangun BumDes Sesuai UU Desa







Mendirikan & Membangun BumDes Sesuai UU Desa
ISBN-978-602-336-620-0
Jumlah halaman : 335 halaman

Buku ini menjelaskan dengan cara sederhana bagaimana proses dan prosedur mendirikan BumDes yang diamanatkan UU Desa No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Harapannya adalah agar semua desa di Indonesia memiliki badan usaha milik desa. Dari 74.250 desa di Indonesia, sampai akhir 2016 hanya sekitar 29 persen yang telah merintis berdirinya badan usaha milik desa (BUMDes). 

Dari 29 persen desa yang telah merintis pembentukan BUMDes, hanya 39 persen yang BUMDes-nya aktif dalam kegiatan ekonomi produktif. Mayoritas masih BUMDes normatif, sekadar memiliki legalitas AD/ART dan baru terbatas ditopang alokasi penyertaan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang jumlahnya pun tidak signifikan. Untuk Desa pemerintah telah mengucurkan DANA DESA dan menggencarkan Sertifikasi Tanah Secara Gratis.

BumDes kini kini jadi harapan, keberadaannya menjadi perhatian para penggerak pemberdayaan pengembangan Daya Saing Desa seantero Dunia. Karena apa? Karena BumDes ini adalah bisnis yang digerakkan oleh semangat sosial Gotong Royong dan di dukung oleh program Dana Desa berciri khas Indonesia.

Semua pihak kini berharap Badan usaha milik desa BumDes menjadi solusi untuk mengatasi berbagai persoalan, seperti pengangguran hingga ketimpangan kesejahteraan. Kalau desa-desa itu memang terlalu kecil dan terlalu miskin untuk mendirikan sebuah BumDes maka mereka tetap dapat didirikan BUMDes bersama yang merupakan badan usaha yang didirikan oleh beberapa desa. BumDes memang sangat menjanjikan.

February 7, 2019

2019 Mendes Alokasi Dana Desa Lebih Banyak untuk BUMDes




2019 Mendes Ingin Alokasi Dana Desa Lebih Banyak untuk BUMDes


Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo berharap prioritas penggunaan dana desa 2019 lebih banyak untuk pemberdayaan ekonomi seperti pembuatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Ia menilai program pembangunan untuk infrastruktur telah cukup.

"Pembangunan infrastruktur saya pikir sudah cukup, terutama pada desa yang infrastrukturnya sudah cukup. Saat ini mulailah dipikirkan untuk bursa inovasi desanya ini bagaimana dana desa bisa dipakai untuk memperbesar BUMDes. Jadi, tolong alokasi anggaran ke BUMDes itu diperbesar," kata Eko dalam keterangan tertulis, Rabu (6/2/2019).

Hal tersebut disampaikannya saat melakukan sosialisasi penggunaan dana desa 2019 di hadapan para pengurus BUMDes, kepala desa, pendamping desa, petambak, dan sejumlah transmigran di Kabupaten Bengkulu Utara.

Dalam kesempatan itu ia mengungkapkan program dana desa yang digelontorkan mulai 2015 hingga 2018 telah berjalan cukup baik. Namun, tantangan dan permasalahan di awal penyaluran selalu terjadi, sehingga penyerapannya tidak terlalu signifikan.

"Penyaluran dana desa yang saat ini berjalan dengan cukup baik bukan tanpa tantangan dan masalah," ungkapnya.

Menurutnya, tantangan dan permasalahan tersebut terjadi karena semula kepala desa dan perangkat desa belum memiliki pengalaman dalam mengelola keuangan negara. Selain itu desa juga belum memiliki perangkat yang lengkap untuk mengelola keuangan negara.

"Di tahun pertama dari Rp 20,67 triliun yang dialokasikan hanya 82% yang berhasil diserap. Namun, dengan komitmen kuat dari seluruh perangkat desa, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan dukungan pendampingan yang terus ditingkatkan oleh pendamping desa, serta dukungan dari kepolisian RI, kejaksaan, BPKP, dan BPK, maka dari tahun ke tahun tata kelola dana desa trus membaik. Hal ini bisa dilihat dari penyerapan dana desa yang juga terus meningkat," katanya.

Berdasarkan data Kemendes, penyaluran dana desa 2015 sebesar Rp 20,67 triliun dengan penyerapan 82,72%, 2016 sebesar Rp 46,98 triliun dengan penyerapan 97,65%, 2017 sebesar Rp 60 triliun dengan penyerapan 98,54%, dan 2018 sebesar Rp 60 triliun dengan penyerapannya sekitar 99%.

"Saya optimis, dana desa tahun ini penyerapannya akan lebih baik lagi. Perlu diketahui, sejak dana desa disalurkan, meskipun mengalami permasalahan, namun ternyata desa-desa di Indonesia telah mampu membangun infrastruktur dasar dalam jumlah yang sangat besar dan masif, yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar dan juga untuk membantu kegiatan ekonomi di desa," paparnya.



Sumber : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4416915/2019-mendes-ingin-alokasi-dana-desa-lebih-banyak-untuk-bumdes

February 6, 2019

Pelatihan Kerja Diharap Jadi Modal Pengembangan Desa


Pelatihan Kerja Diharap Jadi Modal Pengembangan Desa

Pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan Pelatihan Prukades Budidaya tanaman hias hidroponik di Kabupaten Sleman telah selesai pekan lalu. Pelatihan seperti ini diharapkan tidak menjadi seremonial saja. Pelatihan diikuti sebanyak 120 orang peserta terdiri dari beberapa desa dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pelatihan KPMD dan Prukades Budaya tanaman hias hidroponik ditutup secara seremoni dengan pemukulan gong.
Pemukulan gong dilakukan Bupati Sleman didampingi Kepala Balai Besar Latihan Masyarakat (BBLM) Yogyakarta. Seiring berakhirnya pelatihan, ratusan masyarakat yang ikut serta turut mendapatkan kartu tanda peserta.Kegiatan itu merupakan program Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Pelaksanaan pelatihan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Informasi Balai BBLM Yogyakarta.
Pelaksanaannya digelar di BBLM Yogyakarta dan Desa Wisata Puri Mataram sejak 24-28 Januari 2019. Kepala BBLM Yogyakarta, Erlin Chaerlinatun mengatakan, pelatihan itu memiliki beragam tujuan.Mulai dari memberikan pembekalan, peningkatan sampai ketermpailan pemberdayaan kepada masyarakat desa. Utamanya, dalam memasilitasi masyarakat agar mampu mengawal proses pengintegrasian pembentukan kader di masyarakat.
Selain itu, ia menekankan, pelatihan dapat mewujudkan pembangunan partisipatif dengan pengawasan dan penyusunan RPJM desa-desa. Karenanya, turut dikenalkan budidaya hidronponik tanamah hias."Mengenalkan budidaya hidroponik tanaman hias agar diterapkan khususnya di desa masing-masing," kata Erlin.
Ia berharap, melalui pelatihan tanaman hias yang diadakan itu bisa melengkapi koleksi tanaman hias di Desa Wisata Puri Mataram. Hal itu selaras misi Bupati Sleman, menjadikan Puri Mataram jadi destinasi terbaru unggulan. Bupati Sleman, Sri Purnomo menuturkan, turut memberikan apresiasi pelaksanaan pelatihan tersebut. Terlebih, dilihat dari banyaknya peserta-peserta yang berusia muda yang jadi salah satu keberhasilan tersendiri.
Sri berharap, melalui pelatihan seperti itu, kader-kader dapat mengembangkan ilmu yang didapat di daerah masing-masing. Ia berpesan, agar lebih banyak lagi masyarakat ikut serta agar dapat mengembangkan desa masing-masing. "Ilmu yang didapat diharapkan dapat dikembangkan di desa, dan dapat berkontribusi dalam membangun desanya," kata Sri.
Sumber : ttps://republika.co.id/berita/ekonomi/desa-bangkit/19/02/04/pmdu1m423-pelatihan-kerja-diharap-jadi-modal-pengembangan-desa